Senin, 05 Januari 2015

Cerpen : Dibalik Sebuah Alat Pancing



Kehidupan itu sangat misteri, banyak kejadian yang tidak terduga yang kadang menimpa kita, itulah yang aku rasakan. Kejadian yang membuat ku menagis, menangis deras untuk sebuah hal yang telah hilang, betapa pentingnya hal itu untukku.
            Pada suatu hari ketika aku baru selesai mandi kakak perempuanku mengajakku untuk pergi memancing di kolam yang tidak jauh dari rumah.
“de, kita mancing yuk, udah lama kita gak memancing bareng!” ajak kakakku.
“gak mau ah males kak” jawabku
Kakak terus saja membujukku untuk ikut memancing dengannya bahkan dengan kata-kata yang kasar. Sampai aku menangis dan ibupun datang.
“kenapa kok nangis? “tanya ibu pada ku.
“dia diajar memancing aja gak mau” jawab kakak
“ya sudah jangan nangis lagi kita ke warung yuk”ajak ibu
Aku dan ibupun pergi ke warung untuk belanja, setibanya di sana aku bertemu dengan nenek retna.
“de, kenapa nangis? “tanya nenek retna
“ini, diajak mancing sama kakanya tapi dia nya gak mau” jawab ibuku
“kenapa gak mau? Sana ikut, memancing itu seru lo” jelas nenek padaku.
Aku tidak menjawab pertanyaan nenek dan langsung pulang ke rumah setelah membeli beberapa jajanan di warung.
Setibanya di rumah, lagi-lagi kakak mengajakku untuk memancing, dengan terpaksa aku ikut walaupun dengan muka yang cemberut.
“ayo kita memancing” kata kakaku
“iya tapi jangan lama-lama”jawabku dengan muka cemberut
“iya, ayo cepat”
Ketika tiba di kolam, kakak menyuruhku untuk duduk di dekat pohon kelapa, sedangkan kakak memancing ikan tidak jauh dari tempatku duduk. Ikanpun sudah banyak yang tertangkap. Tetapi tiba-tiba pancingan yang di pegang kakak sudah dapat ikan, namun ketika diangkat pancingan tersebut terkena pada mata kananku dan ikan tersebut lepas.
“ujung pancingannya kena apa de?” tanya kakakku panik
“kena mata kak”jawabku
“kalau begitu jangan bilang-bilangan pada siapa-siapa kejadian ini” ancam kakakku
“ayo pulang” lanjut kakakku
Akhirnya setelah kejadian itu, aku pulang kerumah dan tidak aku ceritakan kejadian itu pada siapapun. Pada keesokan harinya, ketika bangun tidur mataku memerah.
“kenapa mata kananmu memerah?”tanya ibu padaku
“gak tau mah”jawabku
Dan akhirnya ibu menyuruhku untuk memakai obat tetes mata.
“kalau begitu kamu coba pakai obat tetes mata dulu, kalau sampai nanti sore matanya masih merah kita bergi ke dokter ya.” Jelas ibuku
Ketika sore hari datang mataku tidak kunjung membaik, akhirnya ibu membawaku ke dokter. Setibanya di rumah sakit, doter tersebut menanyakan kejadian apa yang terjadi hingga mataku sampai memerah.
“bu kok bisa mata anak ibu jadi begini memang tadinya kenapa?”tanya dokter tersebut pada ibuku
“gak tau dok? De walanya kenapa mata kamu sampai begini?”tanya ibuku
Akhirnya aku menceritakan kejadian yang sebenarnya waktu di kolam pada ibuku. Ibu terlihat sangat kanget dan syok mendengar penjelasanku. Akhirnya dokter memberitahu apa yang terjadi pada mata kananku.
“kornea mata kanan anak ibu sudah rusak mungkin karna alat pancing yang terkena matanya dan kemungkinan anak ibu akan kehilangan penglihatannya.” jelas dokter itu pada ibuku
“terus apa yang harus saya lakukan agar mata anak saya kembali kembali ke sediakala dok?”tanya ibuku pada dokter itu. Air mata mulai menetes dari sudut matanya membasahi pipinya.
“mungkin untuk saat ini kami akan memberikan obat untuk menghilangkan rasa sakitnya, kalau saja ibu langsung membawa anaknya kesini setelah matanya terkena alat pancing mungkin bisa kami tangani, karna kornea matanya belum rusak sepenuhnya”jelas dokter pada ku dan ibu
Setelah keluar dari ruang dokter ibu masih saja menangis dan menatapku.
“kenapa kamu tidak bilang dari kemarin? kalau saja kamu bilang ke mamah dari awal mungkin mamah akan langsung membawamu ke dokter dan kejadiannya tidak mungkin seperti ini de”
“maaf mah” jawabku dengan sedih dan menyesal kenapa aku tidak langsung memberitahu ibuku soal kejadian itu tapi malah takut pada ancaman kakaku.
Aku tidak mengira hal ini akan terjadi keputusan yang membuatku berat hati, yaitu ketika dokter memponis bahwa aku akan kehilangan penglihatan pada mata kanaku, karna kornea yang ada di mata kananku sudah rusak oleh alat pancing itu.
Kini aku hanya bisa menyesali dengan semua kejadian yang menimpaku di kolam itu. Aku menyesal tidak terus terang bilang pada ibu, andai saja sebelumnya aku ceritakan pada ibu mungkin sekarang aku tidak kehilangan penglihatanku. Kejadian ini membuatku terpuruk karna mata adalah salah satu orang yang terpenting dalam hidupku dan hidup semua orang yang ada di dunia ini. aku hanya bisa terdiam karna kejadian itu. Tapi untungnya Alloh memberikan dua mata pada setiap manusia, sehingga aku masih bisa melihat betapa indahnya dunia ini walaupun dengan hanya mempunyai satu mata saja.
Hari demi hari aku jalani dengan semangat, walaupun terkadang teman-temanku mengejekku. Tetapi, ibu selalu menyemangatiku dengan berkata “mereka yang mengejekmu belum tentu mereka lebih baik darimu dan dibalik sebuah musibah pasti ada hikmahnya” kata-kata itulah yang selalu membuatku tetap tegar menjalani hidup ini dan membuatku tidak sedih lagi.

END..

makasih yang udah baca cerita ini:)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar