BAB I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Perbankan merupakan salah satu
pilar pembangunan ekonomi di Indonesia yang paling mempunyai fungsi utama
sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat yang diatur dalam pasal 3
Undang-undang No 10 tahun 1998 tentang perbankan. Didalam sistem hukum
indonesia, segala bentuk praktek perbankan bedasarkan kepada prinsip-prinsip
yang terkandung dalam ideologi negara Indonesia yakni pancasila dan tujuan
negara Indonesia dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Beberapa tahun belakangan ini,
kasus-kasus mengenai tindak pidana perbankan semakin marak terjadi dan
terungkap menjadi berita bagi masyarakat luas, dengan modus-modus tindak pidana
yang beragam. Hal ini sungguh membuat khayalak merasa miris dan prihatin
lantaran di saat hidup dirasakan sangat sulit, banyak orang yang mencari jalan
instan dengan memanfaatkan jabatan atau melalui kolusi dengan oknum
karyawan/pegawai bank. Uang rakyat dengan gampangnya dirampok dalam jumlah yang
besar.
Dengan maraknya kejahatan
perbankan, dapat dipastikan tidak sedikitjumlah korban potensial maupun korban
nyata yang terkena dampaknya. Bank, sebagai sebuah badan hukum atau korporasi,
tidak hanya memberikan dampak positif bagi perekonomian negara. Namun dalam
perkembangannya, bank semakin menunjukkan sisi negatif, baik merupakan hasil
perbuatanorang dalam bank maupun orang-orang yang berkaitan erat dengan bank,
yang merugikan tidak hanya masyarakat luas tetapi juga ketidakstabilan
perekonomian negara serta memperburuk citra industri perbankan dan penegakan
hukum di Indonesia. Pada dasarnya, korporasi menjalankanusahanya demi
mendapatkan modal balik dan meraup keuntungan, namun dalam prosesnya untuk
mencapai tujuan tersebut acapkalikorporasi melakukan tindakan-tindakan yang
merugikan khalayak umum.
Dalam kaitannya dengan tindak
pidana perbankan yang dilakukan oleh orang dalam bank (crimes against the bank)
perlu mendapat perhatian khusus. Kejahatan “orang dalam” sangat erat kaitannya
dengan dominasiterhadap kebijakan dan administrasi oleh seorang atau beberapa
orang dan lemahnya pengawasan baik pengawasan yang dilakukan oleh pengawas
internal maupun eksternal (regulator). Di samping itu, berbagai ketentuan yang
berlaku menyebabkan bank sering mengambil risiko yang berlebihan, yang
menyebabkan turunnya tingkat pengawasan internal, sehingga kegagalan bank yang
disebabkan oleh penipuan oleh orang dalam menjadi lebih tinggi.
B Rumusan Masalah
Berdasarkan dari pemikiran judul
makalah ini, yaitu Tindak Pidana di Bidang Perbankan. Dalam rangka
mempermudahkan pembahasan terhadap apa yang dimaksud dalam makalah ini, maka
yang menjadi pokok permasalahannya adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian dan istilah tindak
pidana di bidang perbankan?
2.
Bagaimana jenis
dan bentuk tindak pidana di bidang perbankan?
C Tujuan Makalah
Berdasarkan pada judul, uraian
latar belakang dan pokok permasalahan yang diangkat dan dijelaskan di atas
maka, tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:
1.
Mengetahui dan memahami
pengertian dan istilah tindak pidana di bidang perbankan.
2.
Mengetahui dan memahami
jenis dan bentuk dari tindak pidana di bidang perbankan.
BAB II
PEMBAHASAN
A Pengertian dan Istilah Tindak Pidana di Bidang Perbankan
Pengertian Tindak Pidana adalah
perbuatan yang dilarang oleh suatu peraturan hukum, larangan yang disertai
ancaman sanksi yang berupa pidana terentu bagi barang siapa melanggar larangan
tersebut, dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana, adalah suatu perbuatan
yang oleh aturan hukum dilarang diancam pidana, asal saja dalam pada itu
diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan (yaitu suatu keadaan atau
kejadian yang ditujukan yang ditimbulkan pleh kelakuan orang). Sedangkan
ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang melakukannya (Moeljatno,1983:63).
Berdasarkan rumusan tindak
pidana yang dirumuskan ole Moeljatno ini tindak pidana yang mengandung
unsur-unsur yaitu :
1.
Perbuatan
2.
Yang dilarang ( oleh aturan
hukum )
3.
Ancaman Pidana ( bagi yang
melanggar )
Tindak
pidana tidak hanya semata sebagai gejala hukum. Para ahli hukum pun
menganalisis terhadap tindak pidana tersebut. Berbagai pengertian tindak pidana
dikemukakan oleh didasarkan dari sudut mana mereka memandang, apakah dari segi
sosiologis, psikologis atau segi yang lainnya. Aspek-aspek lain merupakan
keterkaitan yang saling mendukung dan mempengaruhi.
Perlu
diketahui bahwa dalam hukum perbankan terdapat berbagai pengertian mengenai
tindak pidana. Secara garis besar ada dua pengertian yang perlu dibedakan dan
dipahami yaitu tindak pidana perbankan, dan tindak pidana dibidang perbankan.
Tindak Pidana Perbankan adalah
pelanggaran terhadap ketentuan perbankan yang diatur dan diancam dengan pidana
berdasarkan undang-undang perbankan (Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992
sebagaimana telah diubah oleh Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan) dan undang-undang lainnya yang mengatur atau berhubungan dengan
perbankan (misalnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1953 tentang Penetapan
Undang-Undang pokok Bank Indonesia.
Terdapat dua istilah yang
seringkali dipakai secara bergantian walaupun maksud dan ruang lingkupnya bisa
berbeda. Pertama, adalah “Tindak Pidana Perbankan” dan kedua,
“Tindak Pidana di Bidang Perbankan”.
Tindak pidana perbankan mengandung pengertian tindak pidana
itu semata-mata dilakukan oleh bank atau orang bank, sedangkan tindak pidana di bidang perbankan tampaknya
lebih netral dan lebih luas karena dapat mencakup tindak pidana yang dilakukan
oleh orang di luar dan di dalam bank.
Istilah “tindak pidana di bidang
perbankan” dimaksudkan untuk menampung segala jenis perbuatan melanggar hukum
yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan dalam menjalankan usaha bank.
Tidak adapengertian formal dari
tindak pidana di bidang perbankan. Ada yang mendefinisikan secara popular,
bahwa tindak pidana perbankan adalah
tindak pidana yang menjadikan bank sebagai sarana (crimes through the bank) dan
sasaran tindak pidana itu (crimes against the bank).
B Jenis-Jenis Tindak Pidana diBidang Perbankan
Dalam Undang-Undang No. 7 Tahun
1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998
tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan) terdapat tiga
belas macam tindak pidana yang diatur mulai dari pasal 46 sampai dengan
Pasal 50A. Ketiga belas tindak pidana itu dapat digolongkan ke dalam empat
macam:
1.
Tindak
pidana yang berkaitan dengana perizinan
Tindak Pidan di bidang perbankan
yang tergolong dalam kelompok ini adalah tindak pidana yang berhubungan dengan
perizinan pendirian bank sebagai lembaga keuangan. Setiap orang yang ingin
mendirikan bank, tentunya harus memenuhi syarat-syarat atau ketentuan yang
terdapat dalam udang-undang, pihak pendiri bank tersebut dapa dikatakan telah
melakukan tindak pidana di bidang perbankan kelompok ini dan bank yang telah
didirikan tersebut dinamakan bank gelap.
Dalam Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa tindak pidana yang termasuk ke
dalam jenis tindak pidana yang berkaitan dengan perizinan, terdapat dalam Pasal
46, yang berbunyi:
Ayat (1):
“Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu tanpa izin usaha dari Menteri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17, diancam dengan pidana penjara paling lama
15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh
miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,- (dua ratus miliar
rupiah).”
Ayat (2): “Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) di lakukan oleh badan hukum yang berbentuk perseorangan
terbatas, perserikatan, yayasan atau koperasi, maka penuntutan terhadap
badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah
melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan
itu atau terhadap kedua-duanya.”
2.
Tindak
Pidana yang berkaitan dengan rahasia bank.
Sebagai lembaga keuangan yang
mengelola dana masyarakat dalam jumlah yang besar, salah satu yang harus dijaga
adalah kepercayaan masyarakat. Kepercayaan yang harus dijaga tersebut, salah
satunya adalah mengenai keterangan tentang data diri dan keadaan keuangan
nasabah. Jika ada pihak yang dengan melawan hukum membocorkan tentang keadaan
keuangan nasabah suatu bank, maka dia termasuk melakukan tindak pidana di
bidang perbankan kelompok ini.
Dalam Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa tindak pidana yang termasuk ke
dalam jenis tindak pidana yang berkaitan dengan rahasia bank, terdapat dalam
Pasal 47 ayat (1), Pasal 47 ayat (2), dan Pasal 47A.
Pasal 47 ayat (1) UU Perbankan
menyebutkan bahwa barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari
pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, dan
Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan
keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda
sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling
banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
Ayat (2) Anggota Dewan
Komisaris, Direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi lainnya yang
dengan sengaja memberikan keterangan yang wajibadedidikirawan dirahasiakan
menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua)
tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.
4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00
(delapan miliar rupiah).
Pasal 47A. UU Perbankan
menyebutkan bahwa Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang
dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42A dan Pasal 44A, diancam dengan pidana penjaraadedidikirawan
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun serta denda
sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak
Rp.15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
3.
Tindak
pidana yang berkaitan dengan pengawasan dan pembinaan bank
Untuk menjaga kelangsungan bank, maka setiap bank mempunyai
keharusan untuk mematuhi kewajibannya kepada pihak yang bertanggungjawab dalam
pengawasan dan pembinaan bank, dalam hal ini Bank Indonesia dan/ atau otoritas
jasa keuangan. Hal tersebut mutlak diperlukan karena sebagai lembaga yang
mengelola uang masyarakat dalam jumlah yang besar, maka Bank Indonesia perlu
mengetahui bagaimana perjalanan kegiatan dan usaha bank yang dituangkan dalam
bentuk laporan. Bank yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud
diatas, maka telah melakukan tindak pidana di bidang perbankan kelompok ini.
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok
Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan
bahwa tindak pidana yang termasuk ke dalam jenis tindak pidana yang berkaitan
dengan rahasia bank, terdapat dalam Pasal 48 ayat (1) dan Pasal 48 ayat (2),
yang berbunyi:
Pasal 48 ayat (1) UU
Perbankan menyebutkan bahwa Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau
pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan adedidikirawanketerangan yang
wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan
Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana penjara
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta denda
sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak
Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Ayat (2) UU Perbankan
menyebutkan bahwa, Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang
lalai memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2),
diancam dengan pidana kurungan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling
lama 2 (dua) tahun dan atau denda sekurang-kurangnya Rp. 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
4.
Tindak
pidana yang berkaitan dengan usaha bank
Sehubungan dengan semakin banyak
dan bervariasinya kegiatan dan usaha suatu bank, maka bank tersebut perlu untuk
menjaga kepercayaan masyarakat dengan cara menggunakan dana nasabahnya secara
bertanggungjawab yang diwujudkan dalam bentuk laporan pertanggungjawaban yang
akan diumumkan langsung kepada publik melalui media massa, maupun diberikan
kepada Bank Indonesia dan/ atau otoritas jasa keuangan.
Dalam Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa tindak pidana yang termasuk ke
dalam jenis tindak pidana yang berkaitan dengan rahasia bank.
Pasal 49 ayat (1) UU Perbankan
menyebutkan bahwa, Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang
dengan sengaja :
a.
Membuatatau menyebabkan adanya pencatatan
palsu dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan
kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;
b.
Menghilangkan atau tidak memasukkan atau
menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan,
maupun dalamadedidikirawan dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan
transaksi atau rekening suatu bank;
c.
Mengubah, mengaburkan, menyembunyikan,
menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau
dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan
transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan,
menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut.
5.
Tindak pidana yang berkaitan dengan sikap dan/ atau
tindakan yang dilakukan oleh pengurus, pegawai, pihak terafilisiasi, dan
pemegang saham bank
Sebagai pihak yang bersentuhan
langsung dengan dana yang dititipkan nasabah, sudah sepatutnya para pihak
tersebut menjaga amanat yang dititipkan kepada nasabah dengan penuh rasa
tanggung jawab dan kehati-hatian. Untuk mencegah terjadinya penyelewengan kepercayaan
nasabah, para pihak tersebut dapat melakukannya dengan cara menaati semua
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bukan malah melakukan tindakan
sebaliknya.
Dalam Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa tindak pidana yang termasuk ke
dalam jenis tindak pidana yang berkaitan dengan rahasia bank, terdapat dalam:
Pasal 49 ayat (2) huruf b:
“Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang
dengan segaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk
memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalan undang-undang ini dan
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam
dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8
(delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar
rupiah).”
Pasal 50:
“Pihak terafilisiasi yang dengan segaja tidak melaksanakan
langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap
ketentuan dalam undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan lainnya yang
berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara
sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda
sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak
Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).”
Pasal 50A:
“Pemegang saham yang dengan
sengaja menyuruh dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank untuk melakukan
atau tidak melakukan tindakan yang mengakibatkan bank tidak melaksanakan
langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan
undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainya yang
berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 7 (tujuh)
tahun dan paling lama 15 (limabelas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp.
200.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah),”
C Tindak Pidana Lain yang Berkaitan dengan Kegiatan Perbankan
Selain keempat macam tindak
pidana di bidang perbankan yang telah disebutkan diatas sebenarnya ada tindak
pidana lain yang berkaitan sangat erat dengan kegiatan perbankan yaitu:
1.
Tindak Pidana
Pasar Modal
Kebijakan formilatif mengenai
Tindak Pidana Pasar Modal (TPPM) diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal (selanjutnya disebut UUPM), pada bab XV tentang ketentuan
pidana (pasal 103-110). Menurut pasal 110, TPPM terdiri dari dua kelompok jenis
tindak pidana, yaitu:
a.
TPPM yang berupa
“kejahatan”, diatur dakam pasal 103 Ayat (1), pasal 104, pasal 106, dan pasal
107;
b.
TPPM yang berupa
“pelanggaran”, diatur dalam pasal 103 Ayat (2), pasal 105, dan pasal 109.
Berdasarkan hal tersebut diatas,
Tindak Pidana Pasar Modal secara singkat dapat didefinisikan sebagai, segala
perbuatan yang melanggar ketentuan-ketentuan pidana dalam Undang-Undang Pasar
Modal.
Adapun peran bank dalam kegiatan pasar modal adalah sebagai
berikut:
a.
Bank sebagai kustodian,
yaitu sebagai pihak yang memberikan jasa penitipan Efek dan harta lain yang
berkaitan dengan Efek serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan
hak-hak lain, menyelesaikan transaksi Efek, dan mewakili pemegang rekening yang
menjadi nasabahnya;
b.
Bank sebagai wali amanat,
yaitu sebagai pihak yang mewakili kepentingan pemegang Efek yang bersifat
utang.
Berdasarkan peranannya dalam
kegiatan pasar modal, maka bank akan menjadi subjek TPPM jika:
a.
Melanggar pasal 43 UU Pasar
Modal, yaitu menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai custodian tanpa
persetujuan Bapepam;
b.
Melanggar pasal 50 UU Pasar
Modal, yaitu menyelenggarakan usaha sebagai wali amanat yang tidak terdaftar di
Bapepam.
Pasal 103 Ayat (1) UU Pasar
Modal menyebutkan bahwa Setiap Pihak yang melakukan kegiatan di Pasar Modal
tanpa izin, persetujuan, atau pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6,
Pasal 13, Pasal 18, Pasal 30, Pasal 34, Pasal 43, Pasal 48, Pasal 50, dan Pasal
64 diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2.
Tindak Pidana Pencucian Uang
Tindak Pidana Pencucian Uang (money
laundering) secara populer dapat dijelaskan sebagai aktivitas memindahkan,
menggunakan atau melakukan perbuatan lainnya atas hasil dari tindak pidana yang
kerap dilakukan oleh organized crime
maupun individu yang melakukan tindakan korupsi, perdagangan narkotik
dan tindak pidana lainnya dengan tujuan menyembunyikan atau mengaburkan
asal-usul uang yang berasal dari hasil tindak pidana tersebut sehingga dapat
digunakan seolah-olah sebagai uang yang sah tanpa terdeteksi bahwa uang
tersebut berasal dari kegiatan illegal.
Keterlibatan perbankan dalam
kegiatan pencucian uang dapat berupa:
a.
Penyimpanan uang hasil
kejahatan dengan nama palsu atau dalam safe deposit box;
b.
Penyimpanan uang dalam
bentuk deposito/tabungan/ giro;
c.
Penukaran pecahan uang
hasil perbuatan illegal;
d.
Pengajuan permohonan
kredit dengan jaminan uang yang disimpan pada bank yang
bersangkutan;
e.
Penggunaan fasilitas
transfer atau EFT;
f.
Pemalsuan dokumen-dokumen
L/C yang bekerjasama dengan oknum pejabat bank terkait; dan
g.
pendirian/pemanfaatan bank
gelap.
Secara sederhana terdapat tiga tahap
dalam proses pencucian yaitu :
a.
Placement (penempatan) ini
dideteksi juga dengan adanya kewajiban orang yang membawa uang tunai ke
dalam atau ke luar wilayah negara Republik Indonesia sejumlah seratus juta rupiah
atau lebih untuk melaporkan kepada Direktorat Jenderal Bea Cukai.
Kemudian Direktorat Jenderal Bea Cukai melaporkannya kepada PPATK (Pasal 16 UU
No. 15 Tahun 2002).
b.
Layering, diartikan
sebagai memindah-mindahkan hasil kejahatan dari suatu tempat ke tempat lainnya
dengan maksud agar sumber dan pemiliknya dapat dikaburkan.
(pembukaan sebanyak mungkin rekening-rekening perusahaan-perusahaan
fiktif).
c.
Integration, yaitu
suatu proses dimana uang hasil kejahatan yang telah dicuci di investasikan
kembali pada suatu bisnis yang legal sehingga tampak tidak berhubungan sama
sekali dengan aktifitas kejahatan sebelumnya yang menjadi sumber dari uang yang
di-laundry.
Tindak pidana perbankan dapat dicegahan
dengan pengawasan internal, pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris
dan pengawasan eksternal, pemerintah maupun pihak BI melakukan audit kepada
bank yang bersangkutan
PPATK memiliki tugas dan
wewenang sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 26 dan 27 UU-TPPU
(undang-undang tindak pidana pencucian uang No.25 Tahun 2003 ) antara lain:
a.
Mengumpulkan, menyimpan,
menganalisis, mengevaluasi informasi yang diperoleh.
b.
Memberikan nasihat dan
bantuankepada instansi yang berwenang.
c.
Melaporkan hasil anilisis
transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang kepada Kepolisian
dan Kejaksaan.
d. Meminta
dan menerima laporan dari Penyedia Jasa Keuangan (PJK).
e. Melakukan audit terhadap PJK mengenai kewajiban sesuai dengan
ketentuan dalam UU-TPPU dan terhadap pedoman pelaporan mengenai transaksi
keuangan.
f. Memberikan pengecualian kewajiban pelaporan mengenai transaksi
keuangan yang dilakukan secara tunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(1) huruf b.
BAB III
PENUTUP
A Kesimpulan
Tindak Pidana Perbankan adalah
pelanggaran terhadap ketentuan perbankan yang diatur dan diancam dengan pidana
berdasarkan undang-undang perbankan (Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992
sebagaimana telah diubah oleh Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan) dan undang-undang lainnya yang mengatur atau berhubungan dengan perbankan
(misalnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1953 tentang Penetapan Undang-Undang
pokok Bank Indonesia
Adapun jenis-jenis tindak pidana
di bidang perbankan sebagai berikut:
1.
Tindak pidana yang berkaitan dengana
perizinan
2.
Tindak Pidana yang berkaitan dengan rahasia
bank.
3.
Tindak pidana yang berkaitan dengan
pengawasan dan pembinaan bank
4.
Tindak pidana yang berkaitan dengan usaha
bank
5.
Tindak pidana yang berkaitan
dengan sikap dan/ atau tindakan yang dilakukan oleh pengurus, pegawai, pihak
terafilisiasi, dan pemegang saham bank
Selain keempat macam tindak
pidana di bidang perbankan yang telah disebutkan diatas sebenarnya ada tindak
pidana lain yang berkaitan sangat erat dengan kegiatan perbankan yaitu:
1.
Tindak Pidana Pasar Modal
2.
Tindak Pidana Pencucian
Uang
Ali,Mahrus. 2011. Dasar-Dasar
Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika
Hermansyah. 2006. Hukum Perbankan Indonesia . Jakarta: Kencana
Sitompul,Zulkarnain. Tindak
Pidana Perbankan Dan Pencucian Uang. 10 Desember 2011. http://zulsitompul.files.wordpress.com/2007/06/makalahseminar-padang.pdf
.
UU No. 3/1971, UU No. 31/99 jo UU no. Tahun 2002. Tindak
Pidana Korupsi.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Undang-undang No.10 tahun 1998. Perbankan.
Terimakasih atas pencerahannnya. Saya ingin berkonsultasi terkait insiden salah sistem yang dilakukan oleh BNI Syariah sehingga merugikan nasabahnya. Bagaimana saya bisa menghubungi bapak/ibu secara lebih personal? Berikut email saya di lilianakartika123 @gmail.com atau di nomor saya di 085214909900. Ditunggu kabar selanjutnya terimakasih!
BalasHapus