Jumat, 24 Juni 2016

MAKALAH : TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN (AHDP)



BAB I              
PENDAHULUAN

A                Latar Belakang

Perbankan merupakan salah satu pilar pembangunan ekonomi di Indonesia yang paling mempunyai fungsi utama sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat yang diatur dalam pasal 3 Undang-undang No 10 tahun 1998 tentang perbankan. Didalam sistem hukum indonesia, segala bentuk praktek perbankan bedasarkan kepada prinsip-prinsip yang terkandung dalam ideologi negara Indonesia yakni pancasila dan tujuan negara Indonesia dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Beberapa tahun belakangan ini, kasus-kasus mengenai tindak pidana perbankan semakin marak terjadi dan terungkap menjadi berita bagi masyarakat luas, dengan modus-modus tindak pidana yang beragam. Hal ini sungguh membuat khayalak merasa miris dan prihatin lantaran di saat hidup dirasakan sangat sulit, banyak orang yang mencari jalan instan dengan memanfaatkan jabatan atau melalui kolusi dengan oknum karyawan/pegawai bank. Uang rakyat dengan gampangnya dirampok dalam jumlah yang besar.
Dengan maraknya kejahatan perbankan, dapat dipastikan tidak sedikitjumlah korban potensial maupun korban nyata yang terkena dampaknya. Bank, sebagai sebuah badan hukum atau korporasi, tidak hanya memberikan dampak positif bagi perekonomian negara. Namun dalam perkembangannya, bank semakin menunjukkan sisi negatif, baik merupakan hasil perbuatanorang dalam bank maupun orang-orang yang berkaitan erat dengan bank, yang merugikan tidak hanya masyarakat luas tetapi juga ketidakstabilan perekonomian negara serta memperburuk citra industri perbankan dan penegakan hukum di Indonesia. Pada dasarnya, korporasi menjalankanusahanya demi mendapatkan modal balik dan meraup keuntungan, namun dalam prosesnya untuk mencapai tujuan tersebut acapkalikorporasi melakukan tindakan-tindakan yang merugikan khalayak umum.
Dalam kaitannya dengan tindak pidana perbankan yang dilakukan oleh orang dalam bank (crimes against the bank) perlu mendapat perhatian khusus. Kejahatan “orang dalam” sangat erat kaitannya dengan dominasiterhadap kebijakan dan administrasi oleh seorang atau beberapa orang dan lemahnya pengawasan baik pengawasan yang dilakukan oleh pengawas internal maupun eksternal (regulator). Di samping itu, berbagai ketentuan yang berlaku menyebabkan bank sering mengambil risiko yang berlebihan, yang menyebabkan turunnya tingkat pengawasan internal, sehingga kegagalan bank yang disebabkan oleh penipuan oleh orang dalam menjadi lebih tinggi.

B                Rumusan Masalah

Berdasarkan dari pemikiran judul makalah ini, yaitu Tindak Pidana di Bidang Perbankan. Dalam rangka mempermudahkan pembahasan terhadap apa yang dimaksud dalam makalah ini, maka yang menjadi pokok permasalahannya adalah sebagai berikut:
1.       Apa pengertian dan istilah tindak pidana di bidang perbankan?
2.       Bagaimana jenis dan bentuk tindak pidana di bidang perbankan?

C                 Tujuan Makalah

Berdasarkan pada judul, uraian latar belakang dan pokok permasalahan yang diangkat dan dijelaskan di atas maka, tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:
1.       Mengetahui dan memahami pengertian dan istilah tindak pidana di bidang perbankan.
2.       Mengetahui dan memahami jenis dan bentuk dari tindak pidana di bidang perbankan.




BAB II            
PEMBAHASAN


A                Pengertian dan Istilah Tindak Pidana di Bidang Perbankan

Pengertian Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu peraturan hukum, larangan yang disertai ancaman sanksi yang berupa pidana terentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut, dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana, adalah suatu perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditujukan yang ditimbulkan pleh kelakuan orang). Sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang melakukannya (Moeljatno,1983:63).
Berdasarkan rumusan tindak pidana yang dirumuskan ole Moeljatno ini tindak pidana yang mengandung unsur-unsur yaitu :
1.     Perbuatan
2.     Yang dilarang ( oleh aturan hukum )
3.     Ancaman Pidana ( bagi yang melanggar )
            Tindak pidana tidak hanya semata sebagai gejala hukum. Para ahli hukum pun menganalisis terhadap tindak pidana tersebut. Berbagai pengertian tindak pidana dikemukakan oleh didasarkan dari sudut mana mereka memandang, apakah dari segi sosiologis, psikologis atau segi yang lainnya. Aspek-aspek lain merupakan keterkaitan yang saling mendukung dan mempengaruhi.
            Perlu diketahui bahwa dalam hukum perbankan terdapat berbagai pengertian mengenai tindak pidana. Secara garis besar ada dua pengertian yang perlu dibedakan dan dipahami yaitu tindak pidana perbankan, dan tindak pidana dibidang perbankan.
Tindak Pidana Perbankan adalah pelanggaran terhadap ketentuan perbankan yang diatur dan diancam dengan pidana berdasarkan undang-undang perbankan (Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah oleh Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan) dan undang-undang lainnya yang mengatur atau berhubungan dengan perbankan (misalnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1953 tentang Penetapan Undang-Undang pokok Bank Indonesia.
Terdapat dua istilah yang seringkali dipakai secara bergantian walaupun maksud dan ruang lingkupnya bisa berbeda. Pertama, adalah “Tindak Pidana Perbankan” dan  kedua,  “Tindak Pidana di Bidang Perbankan”.
Tindak pidana perbankan mengandung pengertian tindak pidana itu semata-mata dilakukan oleh bank atau orang bank, sedangkan tindak pidana di bidang perbankan tampaknya lebih netral dan lebih luas karena dapat mencakup tindak pidana yang dilakukan oleh orang di luar dan di dalam bank.
Istilah “tindak pidana di bidang perbankan” dimaksudkan untuk menampung segala jenis perbuatan melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan dalam menjalankan usaha bank.
Tidak adapengertian formal dari tindak pidana di bidang perbankan. Ada yang mendefinisikan secara popular, bahwa tindak pidana perbankan adalah tindak pidana yang menjadikan bank sebagai sarana (crimes through the bank) dan sasaran tindak pidana itu (crimes against the bank).

B                Jenis-Jenis Tindak Pidana diBidang Perbankan

Dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang  Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan) terdapat  tiga belas macam tindak pidana yang diatur  mulai dari pasal 46 sampai dengan Pasal 50A. Ketiga belas tindak pidana itu dapat digolongkan ke dalam empat macam:
1.           Tindak pidana yang berkaitan dengana perizinan
Tindak Pidan di bidang perbankan yang tergolong dalam kelompok ini adalah tindak pidana yang berhubungan dengan perizinan pendirian bank sebagai lembaga keuangan. Setiap orang yang ingin mendirikan bank, tentunya harus memenuhi syarat-syarat atau ketentuan yang terdapat dalam udang-undang, pihak pendiri bank tersebut dapa dikatakan telah melakukan tindak pidana di bidang perbankan kelompok ini dan bank yang telah didirikan tersebut dinamakan bank gelap.
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa tindak pidana yang termasuk ke dalam jenis tindak pidana yang berkaitan dengan perizinan, terdapat dalam Pasal 46, yang berbunyi:
Ayat (1): “Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu tanpa izin usaha dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,- (dua ratus miliar rupiah).”
Ayat (2):         “Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di lakukan oleh badan hukum yang berbentuk perseorangan terbatas, perserikatan, yayasan atau koperasi, maka penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya.”
2.           Tindak Pidana yang berkaitan dengan rahasia bank.
Sebagai lembaga keuangan yang mengelola dana masyarakat dalam jumlah yang besar, salah satu yang harus dijaga adalah kepercayaan masyarakat. Kepercayaan yang harus dijaga tersebut, salah satunya adalah mengenai keterangan tentang data diri dan keadaan keuangan nasabah. Jika ada pihak yang dengan melawan hukum membocorkan tentang keadaan keuangan nasabah suatu bank, maka dia termasuk melakukan tindak pidana di bidang perbankan kelompok ini.
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa tindak pidana yang termasuk ke dalam jenis tindak pidana yang berkaitan dengan rahasia bank, terdapat dalam Pasal 47 ayat (1), Pasal 47 ayat (2), dan Pasal 47A.
Pasal 47 ayat (1) UU Perbankan menyebutkan bahwa barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
Ayat (2) Anggota Dewan Komisaris,  Direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajibadedidikirawan dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
Pasal 47A. UU Perbankan menyebutkan bahwa Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42A dan Pasal 44A, diancam dengan pidana penjaraadedidikirawan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp.15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
3.               Tindak pidana yang berkaitan dengan pengawasan dan pembinaan bank
Untuk menjaga kelangsungan bank, maka setiap bank mempunyai keharusan untuk mematuhi kewajibannya kepada pihak yang bertanggungjawab dalam pengawasan dan pembinaan bank, dalam hal ini Bank Indonesia dan/ atau otoritas jasa keuangan. Hal tersebut mutlak diperlukan karena sebagai lembaga yang mengelola uang masyarakat dalam jumlah yang besar, maka Bank Indonesia perlu mengetahui bagaimana perjalanan kegiatan dan usaha bank yang dituangkan dalam bentuk laporan. Bank yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud diatas, maka telah melakukan tindak pidana di bidang perbankan kelompok ini.
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa tindak pidana yang termasuk ke dalam jenis tindak pidana yang berkaitan dengan rahasia bank, terdapat dalam Pasal 48 ayat (1) dan Pasal 48 ayat (2), yang berbunyi:
Pasal 48 ayat (1) UU Perbankan  menyebutkan bahwa Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan adedidikirawanketerangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Ayat (2) UU Perbankan menyebutkan bahwa, Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang lalai  memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam  Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana kurungan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda sekurang-kurangnya Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
4.               Tindak pidana yang berkaitan dengan usaha bank
Sehubungan dengan semakin banyak dan bervariasinya kegiatan dan usaha suatu bank, maka bank tersebut perlu untuk menjaga kepercayaan masyarakat dengan cara menggunakan dana nasabahnya secara bertanggungjawab yang diwujudkan dalam bentuk laporan pertanggungjawaban yang akan diumumkan langsung kepada publik melalui media massa, maupun diberikan kepada Bank Indonesia dan/ atau otoritas jasa keuangan.
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa tindak pidana yang termasuk ke dalam jenis tindak pidana yang berkaitan dengan rahasia bank.
Pasal 49 ayat (1) UU Perbankan menyebutkan bahwa, Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja : 
a.            Membuatatau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank; 
b.           Menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalamadedidikirawan dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank; 
c.           Mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut.
5.           Tindak pidana yang berkaitan dengan sikap dan/ atau tindakan yang dilakukan oleh pengurus, pegawai, pihak terafilisiasi, dan pemegang saham bank
Sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan dana yang dititipkan nasabah, sudah sepatutnya para pihak tersebut menjaga amanat yang dititipkan kepada nasabah dengan penuh rasa tanggung jawab dan kehati-hatian. Untuk mencegah terjadinya penyelewengan kepercayaan nasabah, para pihak tersebut dapat melakukannya dengan cara menaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bukan malah melakukan tindakan sebaliknya.
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa tindak pidana yang termasuk ke dalam jenis tindak pidana yang berkaitan dengan rahasia bank, terdapat dalam:
Pasal 49 ayat (2) huruf b:
“Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan segaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalan undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).”
Pasal 50:
“Pihak terafilisiasi yang dengan segaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).”
Pasal 50A:
“Pemegang saham yang dengan sengaja menyuruh dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang mengakibatkan bank tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 7 (tujuh) tahun dan paling lama 15 (limabelas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah),”

C                 Tindak Pidana Lain yang Berkaitan dengan Kegiatan Perbankan

Selain keempat macam tindak pidana di bidang perbankan yang telah disebutkan diatas sebenarnya ada tindak pidana lain yang berkaitan sangat erat dengan kegiatan perbankan yaitu:
1.               Tindak Pidana Pasar Modal
Kebijakan formilatif mengenai Tindak Pidana Pasar Modal (TPPM) diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (selanjutnya disebut UUPM), pada bab XV tentang ketentuan pidana (pasal 103-110). Menurut pasal 110, TPPM terdiri dari dua kelompok jenis tindak pidana, yaitu:
a.   TPPM yang berupa “kejahatan”, diatur dakam pasal 103 Ayat (1), pasal 104, pasal 106, dan pasal 107;
b.   TPPM yang berupa “pelanggaran”, diatur dalam pasal 103 Ayat (2), pasal 105, dan pasal 109.
Berdasarkan hal tersebut diatas, Tindak Pidana Pasar Modal secara singkat dapat didefinisikan sebagai, segala perbuatan yang melanggar ketentuan-ketentuan pidana dalam Undang-Undang Pasar Modal.
Adapun peran bank dalam kegiatan pasar modal adalah sebagai berikut:
a.   Bank sebagai kustodian, yaitu sebagai pihak yang memberikan jasa penitipan Efek dan harta lain yang berkaitan dengan Efek serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi Efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya;
b.   Bank sebagai wali amanat, yaitu sebagai pihak yang mewakili kepentingan pemegang Efek yang bersifat utang.
Berdasarkan peranannya dalam kegiatan pasar modal, maka bank akan menjadi subjek TPPM jika:
a.      Melanggar pasal 43 UU Pasar Modal, yaitu menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai custodian tanpa persetujuan Bapepam;
b.     Melanggar pasal 50 UU Pasar Modal, yaitu menyelenggarakan usaha sebagai wali amanat yang tidak terdaftar di Bapepam.
Pasal 103 Ayat (1) UU Pasar Modal menyebutkan bahwa Setiap Pihak yang melakukan kegiatan di Pasar Modal tanpa izin, persetujuan, atau pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 13, Pasal 18, Pasal 30, Pasal 34, Pasal 43, Pasal 48, Pasal 50, dan Pasal 64 diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2.               Tindak Pidana Pencucian Uang
Tindak Pidana Pencucian Uang (money laundering) secara populer dapat dijelaskan sebagai aktivitas memindahkan, menggunakan atau melakukan perbuatan lainnya atas hasil dari tindak pidana yang kerap dilakukan oleh organized crime  maupun individu yang melakukan  tindakan korupsi, perdagangan narkotik dan  tindak pidana lainnya dengan tujuan menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul uang yang berasal dari hasil tindak pidana tersebut sehingga dapat digunakan seolah-olah sebagai uang yang sah tanpa terdeteksi bahwa uang tersebut berasal dari kegiatan illegal.
Keterlibatan perbankan dalam kegiatan pencucian uang  dapat berupa:  
a.      Penyimpanan uang hasil kejahatan  dengan nama palsu atau dalam safe  deposit box;
b.     Penyimpanan uang dalam bentuk deposito/tabungan/ giro;
c.      Penukaran pecahan uang hasil perbuatan illegal;
d.     Pengajuan permohonan kredit  dengan jaminan uang yang  disimpan pada bank yang bersangkutan;
e.      Penggunaan fasilitas transfer atau EFT;
f.      Pemalsuan dokumen-dokumen L/C yang  bekerjasama dengan oknum pejabat bank terkait; dan
g.     pendirian/pemanfaatan bank gelap.
Secara sederhana terdapat tiga tahap dalam proses pencucian yaitu :
a.      Placement (penempatan) ini dideteksi juga dengan adanya kewajiban orang yang membawa uang tunai  ke dalam atau ke luar wilayah negara Republik Indonesia sejumlah seratus juta rupiah atau lebih  untuk melaporkan kepada Direktorat Jenderal Bea Cukai. Kemudian Direktorat Jenderal Bea Cukai melaporkannya kepada PPATK (Pasal 16 UU No. 15 Tahun 2002).
b.     Layering, diartikan sebagai memindah-mindahkan hasil kejahatan dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan maksud agar  sumber dan pemiliknya dapat dikaburkan.  (pembukaan sebanyak mungkin  rekening-rekening perusahaan-perusahaan fiktif).
c.      Integration, yaitu suatu proses dimana uang hasil kejahatan yang telah dicuci di investasikan kembali pada suatu bisnis yang legal sehingga tampak tidak berhubungan sama sekali dengan aktifitas kejahatan sebelumnya yang menjadi sumber dari uang yang di-laundry.
Tindak pidana perbankan dapat dicegahan dengan pengawasan internal, pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris dan pengawasan eksternal, pemerintah maupun pihak BI melakukan audit kepada bank yang bersangkutan
PPATK memiliki tugas dan wewenang sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 26 dan 27 UU-TPPU (undang-undang tindak pidana pencucian uang No.25 Tahun 2003 ) antara lain:
a.      Mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, mengevaluasi informasi yang diperoleh.
b.     Memberikan nasihat dan bantuankepada instansi yang berwenang.
c.      Melaporkan hasil anilisis transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang kepada Kepolisian dan Kejaksaan.
d.     Meminta dan menerima laporan dari Penyedia Jasa Keuangan (PJK).
e.      Melakukan audit terhadap PJK mengenai kewajiban sesuai dengan ketentuan dalam UU-TPPU dan terhadap pedoman pelaporan mengenai transaksi keuangan.
f.      Memberikan pengecualian kewajiban pelaporan mengenai transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b.







BAB III         
PENUTUP

A                Kesimpulan

Tindak Pidana Perbankan adalah pelanggaran terhadap ketentuan perbankan yang diatur dan diancam dengan pidana berdasarkan undang-undang perbankan (Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah oleh Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan) dan undang-undang lainnya yang mengatur atau berhubungan dengan perbankan (misalnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1953 tentang Penetapan Undang-Undang pokok Bank Indonesia
Adapun jenis-jenis tindak pidana di bidang perbankan sebagai berikut:
1.           Tindak pidana yang berkaitan dengana perizinan
2.           Tindak Pidana yang berkaitan dengan rahasia bank.
3.           Tindak pidana yang berkaitan dengan pengawasan dan pembinaan bank
4.           Tindak pidana yang berkaitan dengan usaha bank
5.           Tindak pidana yang berkaitan dengan sikap dan/ atau tindakan yang dilakukan oleh pengurus, pegawai, pihak terafilisiasi, dan pemegang saham bank
Selain keempat macam tindak pidana di bidang perbankan yang telah disebutkan diatas sebenarnya ada tindak pidana lain yang berkaitan sangat erat dengan kegiatan perbankan yaitu:
1.           Tindak Pidana Pasar Modal
2.       Tindak Pidana Pencucian Uang



DAFTAR PUSTAKA
Ali,Mahrus. 2011. Dasar-Dasar Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika
Hermansyah. 2006. Hukum Perbankan Indonesia . Jakarta: Kencana
Sitompul,Zulkarnain. Tindak Pidana Perbankan Dan Pencucian Uang. 10 Desember 2011. http://zulsitompul.files.wordpress.com/2007/06/makalahseminar-padang.pdf .
UU No. 3/1971, UU No. 31/99 jo UU no. Tahun 2002. Tindak Pidana Korupsi.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Undang-undang No.10 tahun 1998. Perbankan.

1 komentar:

  1. Terimakasih atas pencerahannnya. Saya ingin berkonsultasi terkait insiden salah sistem yang dilakukan oleh BNI Syariah sehingga merugikan nasabahnya. Bagaimana saya bisa menghubungi bapak/ibu secara lebih personal? Berikut email saya di lilianakartika123 @gmail.com atau di nomor saya di 085214909900. Ditunggu kabar selanjutnya terimakasih!

    BalasHapus